Minggu, 21 April 2013

December.



Desember. Entah mengapa aku selalu menyukai bulan ke dua belas dalam kalender masehi ini. Bulan di mana hujan senan tiasa turun membasahi bumi, membiarkan langit dalam kungkungan mendung tanpa memberikan sedikit celah bagi sang mentari untuk bersinar. Ya, dapat dikatakan hujanlah sang penguasa bulan desember.
Aku selalu suka sehabis hujan di bulan desember. Terdengan mainstream memang. Tapi begitulah kenyataannya. Aku selalu suka ketika bakteri Actinomycetes bereaksi dengan air hujan, membuat spora terbang menuju ke angkasa, dan terhirup oleh manusia, menimbulkan wangi segar yang khas ketika hujan telah selesai turun. Entah mengapa aku merasa wangi itu selalu berusaha mengelitik pikiranku akan kenangan-kenangan di masa lampauku. Kengangan yang sebenarnya sudah lama ku kubur rapat-rapat, entah mengapa selalu meluncur dengan derasnya, usai ku mencium wangi itu.

Desember. Dibulan yang ku sukai ini, aku bersatu denganmu.

Desember. Dibulan yang kusukai ini, aku berpisah denganmu.

Kembali. Kembali aku datang ke tempat kenangan kita. Tempat indah nan sejuk yang hanya kita berdua ketahui. Sore itu, minggu kedua dibulan desember, aku datang lagi ketempat kenangan kita. Entah mengapa aku selalu merasa terikat dengan tempat ini, bahkan hingga saat ini. Saat kamu bahkan tak lagi nyata.

Diiringi gemericik air hujan, susah payah ku daki bukit itu. Dengan segenap hati, ku langkahkan kaki agar segera sampai disana. Dan tibalah aku disana. Masih tempat yang sama. Masih memiiliki aroma pohon oak tua yang sama. Masih memiliki panorama kota yang membentang sejauh mata memandang. Hanya saja, tak ada kamu yang ada disini, menggenggam erat tanganku seolah tak ingin terlepas lagi.

Aku masih sangat ingat ketika pertama kali kamu dan aku datang ke tempat ini. Saat itu, minggu pertama bulan desember, aku dan kamu sedang berlari kecil menghindari hujan yang semakin lebat. aku gunakan jaket kesayanganku untuk menutupi kepala kita dari tetesan air hujan. Ketika sedang berlari, kamu tiba-tiba menarik tanganku menuju arah belakang sekolah. Aku yang keheranan berusaha mencari tahu dan bertanya padamu, mau dibawa kemana diriku. Namun, kamu tidak mengizinkan aku untuk mengetahuinya. Kamu terus menarik tanganku. Dengan susah payah kita mendaki bukit itu dalam keadaan tanah yang becek dan licin. Hingga akhirnya kita tiba di puncak bukit, dan aku sungguh terpesona akannya.

Kamu bercerita bahwa kamu tidak sengaja menemukan tempat ini ketika sedang pulang dari sekolah. Kamu memutar lebih jauh dari arah pulang biasanya karena bosan, dan lalu kamu menemukan jalan setapak menuju bukit ini. Kamu bilang, kamu selalu datang kesini ketika kamu sedang bersedih dan sedang ingin merenung.

Kamu bilang, kamu belum pernah mengajak siapapun datang kemari kecuali aku. Akulah orang pertama yang kamu ajak datang ketempat ini. Kamu bilang, kamu ingin menjadikan tempat ini tidak hanya istimewa untuk kamu, tapi juga untuk orang yang kamu anggap istimewa. Dan akulah yang kamu pilih.

Kembali. Kembali, aku kembali duduk di kursi panjang yang terbuat dari kayu tua dan dipayungi pohon oak besar. Kuhirup aroma tanah yang terkena tetesan hujan. Sungguh menggelitik otakku untuk mengigat kembali kenangan indah antara kamu dan aku.

Kamu dan aku selalu menyempatkan diri pergi ke tempat itu. Meski sulit rintanagan yang harus dihadapi, tapi kamu dan aku tak pernah bosan untuk datang ke tempat itu. Setelah sampai di bukit, kita lalu duduk diatas kursi panjang yang kita buat dari dahan pohon oak tua. Dipayungi rimbunnya dedaunan pohon oak, kamu dan aku berusaha menghindar dari tetesan hujan yang mulai surut. Kamu lalu memeluk tangan kananku dan menyenderkan kepalamu disana. Kamu merasa seolah, tangankulah, tempat ternyaman untuk kamu menyenderkan kepalamu. Kamu juga merasa tangankulah yang paling pas untuk kamu peluk. Kamu bilang dengan memeluk tanganku, sudah dapat membuat kamu nyaman.

Aku hanya dapat mematuk diriku. Belum pernah ada seseorang yang melakukan hal itu padaku sebelumnya. Namun aku merasa nyaman. Lalu, aku senderkan kepalaku di atas kepalamu. Aku belum pernah merasakan rasa nyaman yang seperti ini. Aku tidak ingin hal ini segera berakhir. Andai bisa, aku ingin menghentikan waktu, agar kamu dan aku tetap seperti ini. Sama-sama merasa nyaman.

Kamu dan aku selalu senang berada di sini. Kamu selalu bercerita mengenai keinginnanmu untuk dapat terbang. Kamu ingin bisa menjelajahi cakrawala langit yang membentang luas. ketika angin sedang berhembus kencang, kamu selalu pergi ke tepi bukit, membentangkan tanganmu. Mengizinkan sang angin berhembus melewati rambutmu. Membiarkan sang udara menyentuh pipi merahmu. Kamu bilang, dengan begitu saja, kamu sudah merasa seperti di atas awan. Sedang terbang.

Sudah banyak hari yang kita lalui bersama. Aku tidak pernah bosan jika bersamamu. Aku tidak pernah bosan menatap bola matamu yang biru bagaikan lautan samudra. Aku tak pernah bosan menyentuh tubuhmu yang hangat dan selalu membuatku nyaman. Karena, hanya tubuh kamulah yang pas untuk ku peluk. Aku merasa kamulah yang teristimewa. Aku tak ingin, kamu dan aku harus berakhir. Aku tak ingin, kamu dan aku meiliki batas. Aku ingin, kamu dan aku selalu bersama.

Kembali. Kembali ku tatap cakrawala langit yang tertumpah tinta hitam awan yang menggumul pertanda hujan akan semakin menderas. Namun aku tak peduli. Aku masih ingin disini. Aku masih ingin mengenang ketika kamu dan aku masih menjadi kita. Ketika kamu dan aku adalah satu. Ketika kamu dan aku tak terbatas.

Kembali. Kembali dadaku terasa sesak. Seolah sebuah lubang hitam besar sedang menghisap diriku kedalamnya. Lubang ratapan kesedihan yang semakin lama-semakin membesar. Semakin aku mengingat kamu, semakin besar lupang di dadaku ini.

Hari itu adalah minggu pertama bukan desember setelah 3 tahun kita merajut kasih. Kamu bilang, kamu ingin bertemu denganku, sore ini, di tempat biasa, di tempat istimewa kita. Kamu bilang ingin menyampaikan sesuatu padaku. Aku tentu saja menyetujuinya. Kamu bilang akan menungguku di tempat kenangan kita. Awalnya, aku heran. Karena aku tahu, semenjak kita bersama, kamu selalu takut untuk pergi ke sana sendirian. Namun, tak sedikitpun aku menaruh kecurigaan padamu.

Aku lalu datang ke tempat kenangan kita, diiringin hujan bulan desember yang semakin deras. Aku lihat kamu sedang duduk disana, di kusri tua. Kamu sedang duduk memunggungi diriku yang baru saja sampai.  Aku lalu bergegas menghampirimu. Aku lalu duduk di sisi kirimuu, posisi duduk favoritku.

Belum sempat aku mengangkat mulut, kamu bilang selamat tinggal padaku. Aku tersentak. Jantungku hampir lompat. Kata-kata yang kamu ucapkan seperti petir di siang bolong. Begitu tiba-tiba. Aku lalu bertanya  mengapa kamu berkata seperti itu. Kamu bilang tidak apa-apa. Kamu bilang kamu hanya merasa kamu dan aku tidak bisa bersama lagi. Kamu bilang kita harus berpisah.

Aku heran. Mengapa? Selama 3 tahun kita bersama kita tidak pernah memiliki masalah. Kita bahkan tidak pernah saling berargumen. Kamu dan aku selalu baik-baik saja. Namun sekarang, kamu bilang, kamu ingin berpisah dariku?

Kamu tidak meberika penjelasan apa-apa. Kamu hanya bilang kamu ingin berpisah dariku. Aku menggeggam tangan kamu. Aku tatap matamu, berusaha mencari jawaban disana. Namun yang aku temukan, hanya sepasang bola mata yang berusaha menahan air mata jatuh dari sudut kelopak matamu. Kamu lalu menarik tanganmu dari genggamanku, lalu kau pergi begitu saja, meninggalkan aku sendiri, dengan berbagai pertanyaan yang berkecamukdalam benak. Aku biarkan kamu pergi. Aku tak bisa menahanmu lebih lama disini.

Aku lalu berjalan sendiri menuju rumah, diiringi hujan bulan desember yang semakin menderas. Namun, aku tak mmperdulikannya. Aku masih meratapi kepergian kamu yang begitu saja dan tanpa alasan. Apakah hubungan kita selama 3 tahun ini tidak berarti lagi bagimu?

Kuputuskan untuk mendatangi rumahmu malam ini juga. Aku ingin mencari tahu alasan dibalik ini semua. Hujan tak mampu menahan tekadku untuk datang ke rumahmu.

Hal yang mengejutkan aku temukan saat sampai di rumah kamu. Aku lihat kamu telah terbujur kaku dengan darah di pergelangan tangan kirimu mengalir begitu deras. Tubuhmu dingin, kaku dan membiru. Kamu telah pergi. Kamu telah mengakhiri hidupmu dengan menyata nadimu. Perasaanku kacau balau. Tak tergambarkan, aku mati lemas. Tubuhku hilang keseimbangan. Aku peluk kamu seerat mungkin. Mencari sisa-sisa kehidupan yang mungkin masih ada di tubuh kamu. Namun nihil. Kamu sudah tidak ada.

Lalu, aku temukan secarik kertas yang kau genggam di tangan kirimu. Lalu ku baca. Disana, aku melihat rangkaian kata yang aku yakin itu tulisanmu. Kamu bilang kamu lelah, kamu cape. Kamu bilang kamu ingin mengakhiri segala kesakitan ini. Kamu bilang tidak ingin lebih lama merasa sakit lagi. Kamu bilang kamu tidak ingin mati karena kanker yang terus menggerogoti tubuh kamu. Kamu bilang ingin mati dengan caramu sendiri.

Payung-payung hitam bermekaran. bunga-bunga bertebaran, mengiringi tubuhmu yang akan berpindah tempat. Tubuhmu akan dipindahkan ke bawah tanah. Mengubur tubuhmu dalam gelapnya liang tanah. Aku tak bisa mengucapkan apa-apa selain selamat tinggal.

Kembali. Kembali aku duduk termenung disini. Di bulan desember, bulan yang selalu aku suka, aku duduk termenung. Menatap langit, menghirup udara, memeluk sunyi. Mengenang kamu. Yang pernah singgah di hidupku. Disini. Di tempat kenangan kita. Dibulan favoritku, di bulan desember.

Minggu, 14 April 2013

Burung Gereja



Apa jadinya jika seekor burung gereja kecil mulai bosan dan muak dengan kehidupannya yang fana? Apa jadinya jika seekor burung gereja kecil mulai berontak dan ingin terbebas dari jemunya hidup? Tentunya ia akan mencari aktivitas baru untuknya.

Suatu ketika di atap  sebuah gedung pencakar langit kota metropolitan, hiduplah seekor burung gereja betina dengan ke empat anaknya yang baru saja menetas dengan menyisakan pecahan cangkang telur si sekitar kuitnya yang masih berbulu jarang. Setiap hari, sang burung gereja betina harus terbang melayang mengitari seisi kota untuk mencari biji-bijian dan serangga untuk mengisi perut dirinya dan juga anak-anaknya. Berbagai cara ia lakukan agar mendapat makanan. Tak peduli ia harus memulung, mencuri, mencicit, asalkan bisa mendapat makanan, baginya sudah cukup.

Hari demi hari, sang burung gereja betina lalui dengan mencari makanan dan mengurus anak-anaknya. Ia lakukan semua itu hanya seorang diri. Mungkin engkau akan bertanya, dimanakah sang burung gereja jantan?

Sang jantan pergi meninggalkan sarang peraduan cinta mereka berdua dengan dalih untuk mencari serangga terlezat yang ada di kota. Awalnya sang betina tidak setuju menolak mentah-mentah ide sang jantan. Namun, dengan mata berninar-binar dan cicitan janji manis yang begitu meyakinkan, akhirnya sang betina mengizinkan sang jantan pergi.

Telah 4 musim ia lewati. Telah 4 musim pula ia menanti sang jantan yang tak kunjung kembali. Ia terus bertanya-tanya, kemana perginya sang jantan? Sebegitu sulitkah mendapatkan sang serangga terlezat itu?
Namun, ia masih percaya, sang jantan akan segera datang. Mungkin itu, besok, lusa atau beberapa hari lagi sang jantan akan segera datang.

Namun, semakin lama ia menunggu, semakin terkikis pula kepercayaannya pada sang. Dengan hati yang getir dan sayap yang mulai merapuh, ia mulai menabahkan hati dan mencoba untuk menghidupi dirinya dan ke 4 anaknya seorang diri.

Namun, sang burung gereja betina mulai bosan. Bosan dengan hidupnya yang tanpa tujuan. Bosan dengan kemunafikan dan pengkhianatan sang jantan. Bosan meratapi nasib yang semakin memburuk.

Sang betina mulai merindukan kehidupannya dulu. Ya sangat dulu. Ketika itu ia masih sangat muda belia, cantik, dan terkenal di antara para burung jantan. Banyak burung jantan yang berusaha merebut hatinya dengan berlomba-lomba membuat sarang terbaik, dan bercicit semerdu mungkin, tidak lain untuk menarik hati sang betina. Namun, semua ia tolak mentah-mentah. Ia berhasil mematahkan hati begitu banyak burung gereja jantan . Dan ada rasa kepuasan tersendiri baginya jika ia berhasil membuat sang jantan menangis tersedu-sedu, memohon agar ia menerima cintannya.

Hingga suatu ketika, ia bertemu dengan seekor jantan yang hanya dalam sekali pandang, dapat membuatnya jatuh cinta. Namun, ia tak mau dengan mudah terbuai dalam janji manis sang jantan. Ia patok harga tinggi untuk dirinya pada sang jantan jika sang jantan ingin memiliki sang betina. Sang jantan tak lantas menyerah, ia membuat sarang terindah dan terbesar yang pernah sang betina lihat, ia mencicit dengan begitu merdunya, hingga membuat sang betina terbuai dan menerima pinangan sang jantan.

Hari demi hari mereka lalui berdua, bersama. Dunia seolah telah dalam genggaman mereka. Dan watktu pun seakan tak dapat memudarkan kasih cinta mereka berdua. Hingga akhirnya sang betina mengandung anak mereka.

Ia begitu merindukan kehidupannya yang dulu. Ia rindu menjadi pujaan para jantan. Ia rindu dilayani. Ia bosan dengan kehidupannya sekaran. Ia muak. Ia ingin mencari kehidupan yang baru.

Hingga suatuwaktu,  ketika ia sedang terbang redah dengan goyah melintasi jalan kota yang ramai, ia menemukan cairan tertumpah dari botol yang berbau begitu menyengat dan mengundang. Penasaran, ia lalu mendekati botol tersebut. Itu merupakan pertama kalinya ia mencium bau itu. Bau yang sungguh  memikat. Dengan ragu. Ia mulai mencicipi cairan itu. Ada rasa pahit dan getir yang timbul dilidahnya. Ia suka cairan itu. Cairan itu membuai dirinya. Ia terus menenguk cairan itu terus menerus. Cairan itu memabukkan dirinya. Begitu terbuainya ia hingga ia lupa akan kesengsaraan dan penderitaan yang ia alami. Ia terus menenguk hingga akhirnya ia harus berhenti karena mulai merasa pusing dan mulai.

Dengan susah payah, ia mencoba mengepakkan sayapnya untuk kembali ke sarangnya. Karena ia meminum terlalu banyak, ia akhirnya tidak mencari biji-bijian untuk anak-anaknya hari ini. Betapa kecewa anak-anaknya mendengar kabar itu. Ke empat anak-anaknya terus menerus mencicit minta diberi makan. Dengan kesal. Sang induk mencicit lebih keras agar anak-anaknya diam.

Sang burung gereja begitu terbuai akan rasa cairan itu. Cairan itu begitu memabukkan. Ia dibuat terbang melayang ke langit ke tujuh. Ia dibuat seakan lupa akan kesulitan dan kesengsaraan yang ia miliki saat ini. Cairan itu menjadi candu baginya.

Kini, ia mempunyai aktivitas baru. Yakni pergi ke tempat botol itu berada dan meminum sebanyak-banyaknya cairan itu. Ia tidak lagi mencari biji-bijian untuk anak-anaknya. Setiap malam ketika induknya pulang, sang anak mencicit-cicit minta makan. Namun induknya hanya bisa diam. Anak-anaknya pun mencicit makin keras, minta diberi perhatian. Karena kesal dan sudah naik pitam, sang induk akhirnya mematuk-matuki anak-anaknya agar diam.

Dan lagi, sang burung gereja jantan kembali ke tempat botol-botol itu berada. Ketika sedang meneguk cairan memabukkan itu, ada pemandangan yang tidak asing baginya Ia. melihat pasangannya – sang burung gereja jantan – sedang berada di dekatnya. Namun, ia tak sendiri. Ia bersama burung gereja betina lain, dengan bulu lebih berkilau dan penuh warna. Dengan cemburu dan amarah yang meledak-ledak, ia kemudian terbang menghampiri sang jantan.

Sang jantan begitu terkejut melihat kedatangan sang burung gereja betina. Ya, burung gereja yang dulu ia kejar mati-matian hanya untuk mempermainkan hatinya dan menaklukannnya. Setelah ia berhasil memperdayanya, ia membuangnya seperti selembar kertas bekas tak berguna lagi. Sang betina mempertanyakan mengapa ia tak kunjung kembali dan siapa betina yang ada disampingnya.

Sang jantan dengan santai menjawab yang sebenanya. Dan betina yang ada di sampingnya adalah pasangan barunya. Dengan rasa amarah yang berkecamuk di dada, ia berusaha mematuk-matuki sang jantan. Berusaha menyakiti sang jantan agar ia tahu, betapa sakit dan terluka hatinya atas perbuatan keji yang telah dilakukan sang jantan padanya. Sang jantan tak tinggal diam. Ia kemudian mendorong sang betina sekuat tenaga. Dengan kehilangan kendali sang betina terjatuh, dan sekonyong kemudian, benda hitam besar berbau karet terbakar telah menghantam mulus tunuhnya. Dengan terbujur kaku, ia mati dengan meninggalkan luka dan dendam pada sang jantan.

Demikianlah kisah sang burung gereja betina. Semoga dapat menjadi pelajaran bagi kita semua.

Minggu, 07 April 2013

Kisahku Reuni Bersama Sahabat Masa Kecil.


Sudah 9 tahun lamanya, aku dan sahabat-sahabat se geng-ku ketika SD tidak bertemu. Kami terdiri dari 4 orang. Widi, Chika, Adhit dan Aku. Dulu kami selalu bersama setiap saat, kapanpun dan dimanapun. Sampai akhirnya, kami harus berpisah untuk melanjutkan studi kami masing-masing.

Suatu ketika, aku melihat Chika dan Adhit sedang saling mention di twitter. Bagiku itu lucu. Itu seperti membawaku akan kenangan 9 tahun lalu. Tiba-tiba aku mendapatkan ide, bagaimana kalau kami bertemu kembali? Ya sekalian mengadakan reunian dadakan.

Lalu aku aku mention mereka semua di twitter (@widihehe @chikapebri @barkaharvi) dan mengajak mereka untuk bertemu. Dan ternyata mereka memberikan respon positif. Mereka menyambut baik dengan ideku ini. Setelah saling mention dan mencocokkan jadwal kami yang sama-sama sibuk, akhirnya kami memutuskan untuk bertemu hari sabtu, tanggal 6 April 2013.

Namun aku bingung menentukan tempat yang cocok untuk kami bertemu. Tempat yang tak begitu jauh dari rumah kami. Akhirnya aku coba untuk browsing menggunakan BB-ku. Untung aku menggunakan paket sosialita dari Telkomsel . Aku bisa browsing tempat yang nyaman untuk berkumpul dengan kecepatan yang tinggi dan stabil. Setelah browsing, akhirnya aku mengusulkan untuk bertemu di kedai kopi di kawasan jalan merdeka di bandung. Dan mereka pun menyutujuinya.

Dan akhirnya kami pun bertemu. Mereka sungguh tampak berbeda dari 9 tahun yang lalu ketika kami SD. Yaa karena saking lamanya tidak bertemu, begitu ada kesempatan untuk ngumpul bareng, ada aja yang diobrolin. Mulai dari mengenang masa lalu, sampai menceritakan kesibukan aktivitas perkuliahan kami masing-masing.

Waktu memang tak pernah berpihak pada kami yang dinaungi rasa rindu ini. 4 jam sungguh sangat tidak cukup untuk kami bertemu dan bercakap-cakap. Kami lalu memutuskan untuk mengakhiri pertemuan kami kali ini dan berjanji untuk lebih sering bertemu.

Pertemuan kami kali ini tidak terlepas dari kecanggihan teknologi. Teknologi yang canggi telah dapat mempertemukan, dan menyatukan kami kembali setelah sekian lama. Terima kasih teknologi :D.



Reuni dadakan!




Hari ini (Rabu, 6 April 2013) adalah hari yang special bagiku. Di mana hari ini, aku dan ke-3 temanku lainnya akhirnya bisa bertemu dan berkumpul lagi setelah 9 tahun lamanya. Yaa bisa dibilang ini tuh acara reunian dadakan.

FYI: Dulu, kami ber empat itu satu geng. Kemana-mana selalu bareng. Ngerjain tugas bareng. Mau main bareng, makan bareng, sampe kalo disuruh bikin tugas kelompok pun kita selalu bareng. Pokoknya kemana-mana selalu bareng deh.

Semua ini berawal dari twitter. Beberapa hari kemarin, aku liat adhit sama chika saling mention di twitter. Aku yang liat mereka mentionan ngakak sendiri. Semacam keinget  masa lalu. Soalnya mereka tuh pernah terlibat cinta lokasi gitu. Ya langsung aja aku cengcengin mereka di twitter.

Gak lama aku langsung kepikiran, kenapa gak ngadain reunian dadakan aja? Lagian udah lama juga kan gak ngumpul bareng.

Nah langsung aja aku mention semuanya di twitter. Aku langsung ngajak mereka ketemuan. Dan alhamdulilah semuanya ngasih respon positif dan setuju buat ketemuan.

Setelah mencocokkan jadwal kami yang sama-sama sibuk dan punya segudang aktivitas serta mencari tempat ngumpul yang pas buat ketemuan, akhirnya kami memilih hari ini buat ketemuan di sebuah kedai kopi di kawasan sekitaran jalan merdeka (sebut saja kedai itu NgopDoel). Kita milih buat ketemuan di sana soalnya jaraknya gak jauh-jauh amat dari rumah kita.

Setelah jam 1 akhirnya kita bertemu. Hahahaha semua terlihat tak sama lagi. Mereka terlihat sangat berbeda dari 9 tahun yang lalu. Semuanya terlihat seperti mahasiswa, ya karena mereka semua sudah berstatus mahasiswa.



Namanya juga acara dadakan, begitu ketemuan, kita jadi kikuk sendiri mau ngapain. Akhirnya aku kasih usul buat foto box dulu. Ya lumayan lah mengenang masa lalu sekalian buat kenang-kenangan. Hahahaha. Setelah foto box, kita langsung caw ke ngopdoel.

Nah abis pesen makanan masing-masing, kita langsung dah chit-chat. Yaa namanya udah lama gak ngumpul bareng, sekalinya ketemuan, langsung deh chit-chat ngalor-ngidul kesana-kemari. Mulai dari ngomongin kebodohan dan kelucuan pas sd sampai cerita kegiatan mereka yang super sibuk di kampus masing-masing. Hahahaha.

Intinya, seneng banget! Masih dikasih kesempatan buat liat mereka, masih dikasih kesempatan buat berbagi cerita sama mereka. Intinya seneng! terimakasih Adhit, Widi dan Chika :D

Nah sekarang aku mau ceritain tentang temen sd aku ini.

Adhit.

Pria yang satu ini bernama lengkap Adhitya Barkah Arvi. Dia ini asli turunan minang, liat aja mukanya kaya rumah gadang. Eits, biarpun begitu, dia punya otak yang encer banget. Terbukti dari sd dia selalu dapet rangking 1 sampe akhirnya sekarang dia kuliah di ITB fakultas FTTM dan lewat jalur UNDANGAN!! How lucky he is!

Dari kecil, dia emang udah jadi idola cewe-cewe sd. Banyak yang bilang sih dia mirip taylor lautner (masa sih?) waktu sd, banyak banget cewe yang naksir sama dia. Ada satu cerita lucu nih. Dulu ada satu cewe dikelas kami yang terang-terangan nembak si adhit sambil ngasih cokelat. Si adhit yang saat itu masih polos kek surabi dan belum ngerti apa-apa memutuskan untuk lari terbirit-birit keluar kelas sambil nahan nangis dan malu karena diejek temen satu kelas.

Nah otak licik aku saat itu tiba-tiba jalan. Aku langsung kejar si adhit, terus aku bilang sama si adhit supaya dia nerima cokelat dari cewe itu. Aku bilang biar cokelatnya biar kita bagi 2. Terus aku suruh adhit bilang kalo dia bakal ngasih jawabannya seminggu kemudian. Dan dia setuju.

Finally, adhit nerima cokelat dari cewe itu dan bilang dia bakal ngasih jawaban minggu depan. Sepulang sekolah di kebun belakang sekolah, aku sama si adhit ngebagi 2 cokelat itu. Ya terus kita makan cokelat itu sambil ngakak ngetawain kelakuan aneh cewe itu. Dan seminggu kemudian, cewe itu udah lupa kalo dia masih nunggu jawaban dari adhit. Amnesia mendadak kali ya. Hahaha.

Sampai akhirnya, saat kelas 6, dia memutuskan untuk pindah sekolah karena dia harus pindah rumah. Yaaah dari situ kami kaya lost contact gitu. Tapi yaaa berkat kecanggihan teknologi, akhirnya kami bisa keep in touch lagi. Hahaha.

Widi

Cewe keturunan jawa murni tanpa campuran apapun ini memiliki nama lengkap Eka Widia Rahayu dengan sapaan akrab mba widi. Gak ada kaitannya sama mba-mba jamu kok, hahaha. Mba widi ini pembawaannha cool banget. Yang diomongin yaa cuma seperlunya aja.

Satu yang khas dari mba widi. Kalo lagi kaget, dia suka keceplosan nongong ‘Andai’ dan‘Andin’. 2 kata yang Cuma dia dan Tuhan yang mengerti apa artinya.

Bisa di bilang mba widi ini termasuk orang yang lucky. Dengan usaha yang gak banget-bangetan, mba widi ini selalu dapat hasil yang memuaskan. Ini terbukti dari terpilihnya mba widi sebagai satu dari sekian ratus pendaftar yang ingin masuk tempat kuliahnya yang sekarang, yakni POLBAN.

Chika

Cewe aquarius yang satu ini memiliki nama lengkap Chika Nur Pebriani. Dia itu orangnya cereweeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeetttttttt banget. Itu sifat dia yang gak sama sekali berubah dari sd. Ada aja yang jadi bahan obrolan kalo lagi sama dia. Gak ada deh waktu dimana kita stuck gak ada bahan obrolan kalo sama dia.

Gayanya yang khas-semangat-nyerocos-dan berapi-api kalo dia lagi cerita gak ada yang bisa nandingin. Dari a sampe z dia ceritain secara menditail, gak ada yang kelewat satu pun.

Dari dulu cewe ini emang punya otak cemerlang. Waktu sd, chika sama adhit sering saingan buat dapet nilai tertinggi dikelas. Yaa sampai akhirnya dia sekarang sudah menjadi mahasiswi semester 2 di Unpad dengan ipk semester 1, 3.89 ( ipk macam apa itu ya -_- ). 

Ya intinya hari ini seneng banget. terimaksih sekali lagi Adhit, Widi dan Chika :D